Cara Penyembuhan Penyakit Autisme Yang Efektif - Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang merupakan bagian
dari Kelainan Spektrum Autisme atau Autism Spectrum Disorders
(ASD) dan juga merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah
payung Gangguan Perkembangan Pervasif atau Pervasive Development
Disorder (PDD). Autisme bukanlah penyakit kejiwaan karena ia
merupakan suatu gangguan yang terjadi pada otak sehingga menyebabkan otak
tersebut tidak dapat berfungsi selayaknya otak normal dan hal ini
termanifestasi pada perilaku penyandang autisme. Autisme adalah yang
terberat di antara PDD.
Sumber : breakthrough-generation.com
Anak dengan autisme dapat tampak normal pada tahun pertama maupun tahun
kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya
keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika
bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Gejala-gejala autisme dapat
muncul pada anak mulai dari usia tiga puluh bulan sejak kelahiran hingga usia
maksimal tiga tahun. Penderita autisme juga dapat mengalami masalah dalam belajar,
komunikasi dan bahasa.
Seseorang dikatakan menderita autisme apabila mengalami satu atau lebih
dari karakteristik berikut:
- Kesulitan dalam berinteraksi sosial secara kualitatif,
- Kesulitan dalam berkomunikasi secara kualitatif,
- Menunjukkan perilaku yang repetitif, dan
- Mengalami perkembangan yang terlambat atau tidak normal.
Di Amerika, kelainan autisme empat kali lebih sering ditemukan pada anak lelaki
dibandingkan anak perempuan dan lebih sering banyak diderita anak-anak
keturunan Eropa Amerika dibandingkan yang lainnya. Di Indonesia, pada
tahun 2013 diperkirakan terdapat lebih dari 112.000 anak yang menderita
autisme dalam usia 5-19 tahun.
Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam
kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa
di antaranya ada yang tidak 'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin
terbatas bahasanya sehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat.
Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan tema-tema
yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian,
selalu terdapat individualitas yang unik dari individu-individu penyandangnya.
Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman
bagi para orang tua dan para praktisi untuk lebih waspasa dan peduli terhadap
gejala-gejala yang terlihat. The National Institute of Child Health and
Human Development (NICHD) di Amerika menyebutkan 5 jenis
perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut :
- Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan
- Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural(menunjuk, dada, menggenggam) hingga usia 12 bulan
- Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan\
- Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan
- Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu
Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak tersebut
menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat
beragam maka seorang anak harus mendapatkan evaluasi secara
multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi
Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang memahami persoalan autisme.
Ciri ciri Penyakit Autisme
Sudah menjadi kewajiban setiap orangtua untuk mengetahui proses tumbuh
kembang anak. Untuk itu ada baiknya, bila Anda mengenali ciri-ciri anak
autis yang pada umumnya terjadi. Sehingga apabila anak Anda
memiliki gejala autis, Anda tetap bisa memaksimalkan
pertumbuhannya. Berikutciri-ciri autisme yang bisa Anda deteksi
pada anak. :
1. Gangguan
Kemampuan Sosial
Autisme berkaitan dengan gangguan kemampuan sosial yang penderitanya berinteraksi berbeda dengan orang pada umumnya. Pada tingkat gejala ringan, ciri-ciri autisme yang muncul adalah tampak canggung saat berhubungan dengan orang lain, mengeluarkan komentar yang menyinggung orang lain, dan tampak terasing saat berkumpul bersama orang lain. Penderita autis dengan tingkat gejala autis yang parah biasanya tidak suka berinteraksi dengan orang lain. Mereka juga cenderung menghindari kontak mata. Pada anak-anak, gejala autis berupa gangguan kemampuan sosial ini dapat terlihat dari ketidaktertarikannya pada permainan bersama serta sulit berbagi dan bermain secara bergantian.
Autisme berkaitan dengan gangguan kemampuan sosial yang penderitanya berinteraksi berbeda dengan orang pada umumnya. Pada tingkat gejala ringan, ciri-ciri autisme yang muncul adalah tampak canggung saat berhubungan dengan orang lain, mengeluarkan komentar yang menyinggung orang lain, dan tampak terasing saat berkumpul bersama orang lain. Penderita autis dengan tingkat gejala autis yang parah biasanya tidak suka berinteraksi dengan orang lain. Mereka juga cenderung menghindari kontak mata. Pada anak-anak, gejala autis berupa gangguan kemampuan sosial ini dapat terlihat dari ketidaktertarikannya pada permainan bersama serta sulit berbagi dan bermain secara bergantian.
2. Kesulitan
Berempati
Sangat sulit bagi anak penderita autisme untuk memahami perasaan orang lain, sehingga mereka jarang berempati terhadap orang lain. Mereka juga sulit mengenali dan memahami bahasa tubuh atau intonasi bicara. Saat berbicara dengan orang lain, komunikasi cenderung bersifat satu arah karena mereka lebih banyak membicarakan dirinya sendiri. Untungnya, kemampuan berempati ini dapat dilatih dan meningkat jika mereka rutin diingatkan untuk belajar mempertimbangkan perasaan orang lain.
Sangat sulit bagi anak penderita autisme untuk memahami perasaan orang lain, sehingga mereka jarang berempati terhadap orang lain. Mereka juga sulit mengenali dan memahami bahasa tubuh atau intonasi bicara. Saat berbicara dengan orang lain, komunikasi cenderung bersifat satu arah karena mereka lebih banyak membicarakan dirinya sendiri. Untungnya, kemampuan berempati ini dapat dilatih dan meningkat jika mereka rutin diingatkan untuk belajar mempertimbangkan perasaan orang lain.
3. Tidak Suka
Kontak Fisik
Sebagian anak penderita autisme tidak menyukai jika mereka disentuh atau dipeluk. Namun, tidak semua menunjukkan gejala yang sama. Sebagian anak dengan autisme sering dan senang memeluk mereka yang dekat dengannya.
Sebagian anak penderita autisme tidak menyukai jika mereka disentuh atau dipeluk. Namun, tidak semua menunjukkan gejala yang sama. Sebagian anak dengan autisme sering dan senang memeluk mereka yang dekat dengannya.
4. Tidak Suka
Suara Keras, Beberapa Aroma, dan Cahaya Terang
Anak penderita autisme umumnya merasa terganggu dengan suara keras yang mengagetkan, perubahan kondisi cahaya, dan perubahan suhu yang mendadak. Diyakini bahwa yang membuat mereka merasa terganggu adalah perubahan mendadak, sehingga mereka tidak bisa mempersiapkan diri terlebih dahulu. Bagi anak-anak dengan autisme, memberitahu mereka tentang sesuatu yang akan terjadi ternyata bermanfaat bagi mereka.
Anak penderita autisme umumnya merasa terganggu dengan suara keras yang mengagetkan, perubahan kondisi cahaya, dan perubahan suhu yang mendadak. Diyakini bahwa yang membuat mereka merasa terganggu adalah perubahan mendadak, sehingga mereka tidak bisa mempersiapkan diri terlebih dahulu. Bagi anak-anak dengan autisme, memberitahu mereka tentang sesuatu yang akan terjadi ternyata bermanfaat bagi mereka.
5. Gangguan
Bicara
Ciri-ciri autisme bisa juga Anda deteksi dengan mengetahui kemampuan bicara pada anak. Diketahui bahwa 40% dari anak-anak dengan autisme tidak dapat berbicara atau hanya dapat mengucapkan beberapa kata saja. Sekitar 25-30% dapat mengucapkan beberapa kata pada usia 12-18 bulan, namun sesudahnya kehilangan kemampuan berbicara. Sedangkan sisanya baru dapat berbicara setelah agak besar. Intonasi penderita autisme saat berbicara biasanya cenderung datar dan bersifat formal. Mereka juga suka mengulang kata atau frase tertentu, atau dikenal sebagai echolalia.
Ciri-ciri autisme bisa juga Anda deteksi dengan mengetahui kemampuan bicara pada anak. Diketahui bahwa 40% dari anak-anak dengan autisme tidak dapat berbicara atau hanya dapat mengucapkan beberapa kata saja. Sekitar 25-30% dapat mengucapkan beberapa kata pada usia 12-18 bulan, namun sesudahnya kehilangan kemampuan berbicara. Sedangkan sisanya baru dapat berbicara setelah agak besar. Intonasi penderita autisme saat berbicara biasanya cenderung datar dan bersifat formal. Mereka juga suka mengulang kata atau frase tertentu, atau dikenal sebagai echolalia.
6. Suka
Tindakan Berulang
Anak autis menyukai hal yang sudah pasti sehingga mereka menikmati melakukan rutinitas yang sama terus menerus atau sering melakukan tindakan yang berulang-ulang. Hal ini dikenal dengan istilah stimulating activities (stimming). Adanya perubahan rutinitas sehari-hari akan terasa sangat mengganggu bagi mereka.
Anak autis menyukai hal yang sudah pasti sehingga mereka menikmati melakukan rutinitas yang sama terus menerus atau sering melakukan tindakan yang berulang-ulang. Hal ini dikenal dengan istilah stimulating activities (stimming). Adanya perubahan rutinitas sehari-hari akan terasa sangat mengganggu bagi mereka.
7. Perkembangan
Tidak Seimbang
Perkembangan pada anak-anak autis cenderung tidak seimbang: perkembangan di satu bidang terjadi dengan cepat namun terhambat di bidang lainnya. Sebagai contoh, perkembangan kemampuan kognitif terjadi dengan pesat namun kemampuan bicara masih terhambat atau perkembangan kemampuan bicara terjadi dengan pesat namun kemampuan motorik masih terhambat.
Perkembangan pada anak-anak autis cenderung tidak seimbang: perkembangan di satu bidang terjadi dengan cepat namun terhambat di bidang lainnya. Sebagai contoh, perkembangan kemampuan kognitif terjadi dengan pesat namun kemampuan bicara masih terhambat atau perkembangan kemampuan bicara terjadi dengan pesat namun kemampuan motorik masih terhambat.
8. Minat
terbatas dalam kegiatan atau bermain.
Misalnya, anak yang
lebih muda sering fokus pada bagian-bagian mainan daripada bermain dengan
mainan secara keseluruhan. Anak yang lebih tua dan orang dewasa mungkin
tertarik oleh topik tertentu, seperti permainan kartu atau pelat nomor. Anak
yang dicurigai menderita autisme juga mungkin harus melakukan tes pendengaran
dan beberapa tes lain untuk memastikan penyebabnya bukan karena beberapa
kondisi medis lain.
Penyebab Penyakit Autisme
Para ilmuwan menyebutkan autisme terjadi karena kombinasi berbagai faktor,
termasuk faktor genetik yang dipicu faktor lingkungan. Berikut adalah
faktor-faktor yang diduga kuat mencetuskan autisme yang masih misterius ini.
1. Genetik. Ada bukti kuat yang menyatakan perubahan dalam gen berkontribusi pada
terjadinya autisme. Menurut National Institute of Health, keluarga yang
memiliki satu anak autisme memiliki peluang 1-20 kali lebih besar untuk
melahirkan anak yang juga autisme. Penelitian pada anak kembar menemukan, jika
salah satu anak autis, kembarannya kemungkinan besar memiliki gangguan yang
sama. Secara umum para ahli mengidentifikasi 20 gen yang menyebabkan gangguan
spektrum autisme. Gen tersebut berperan penting dalam perkembangan otak,
pertumbuhan otak, dan cara sel-sel otak berkomunikasi.
2. Pestisida. Paparan pestisida yang tinggi juga dihubungkan dengan
terjadinya autisme. Beberapa riset menemukan, pestisida akan mengganggu fungsi
gen di sistem saraf pusat. Menurut Dr Alice Mao, profesor psikiatri, zat kimia
dalam pestisida berdampak pada mereka yang punya bakat autisme.
3. Obat-obatan. Bayi yang terpapar obat-obatan tertentu ketika dalam
kandungan memiliki risiko lebih besar mengalami autisme. Obat-obatan tersebut
termasuk valproic dan thalidomide.Thalidomide adalah
obat generasi lama yang dipakai untuk mengatasi gejala mual dan muntah selama
kehamilan, kecemasan, serta insomnia.
Obat thalidomide sendiri di Amerika sudah dilarang beredar
karena banyaknya laporan bayi yang lahir cacat. Namun, obat ini kini diresepkan
untuk mengatasi gangguan kulit dan terapi kanker. Sementara itu, valproic
acid adalah obat yang dipakai untuk penderita gangguan mood dan bipolardisorder.
4. Usia orangtua. Makin tua usia orangtua saat memiliki anak, makin
tinggi risiko si anak menderita autisme. Penelitian yang dipublikasikan tahun
2010 menemukan, perempuan usia 40 tahun memiliki risiko 50 persen memiliki anak
autisme dibandingkan dengan perempuan berusia 20-29 tahun.
"Memang belum diketahui dengan pasti hubungan usia orangtua dengan
autisme. Namun, hal ini diduga karena terjadinya faktor mutasi gen," kata
Alycia Halladay, Direktur Riset Studi Lingkungan Autism Speaks.
5. Perkembangan otak. Area tertentu di otak, termasuk serebal
korteks dan cerebellum yang bertanggung jawab pada
konsentrasi, pergerakan dan pengaturanmood, berkaitan dengan autisme.
Ketidakseimbangan neurotransmiter, seperti dopamin dan serotonin, di otak juga
dihubungkan dengan autisme.
Terapi atau Cara Penyembuhan Penyakit Autisme
Ada 10 jenis terapi yang diakui oleh para professional untuk autisme.
Gangguan Spectrum Autisme adalah suatu gangguan proses perkembangan, sehingga
terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu. Kecuali itu, terapi
harus dilakukan secara terpadu dan setiap anak membutuhkan jenis terapi yang
berbeda.
1. Applied Behavioral Analysis (ABA). ABA adalah jenis
terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain khusus
untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan
khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian).
Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak
dipakai di Indonesia.
2. Terapi Wicara. Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan
dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak
pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat
kurang. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu
untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain.
Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.
3. Terapi Okupasi. Hampir semua anak autistik mempunyai
keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar,
mereka kesulitan untuk memegang pensil dengan cara yang benar, kesulitan untuk
memegang sendok dan menyuap makanan ke mulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal
ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot-otot
halusnya dengan benar.
4. Terapi Fisik. Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif.
Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik
kasarnya. Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang
kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi
sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan
memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
5) Terapi Sosial. Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme
adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan
pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main
bersama di tempat bermain. Seorang terapis sosial membantu dengan memberikan
fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari
cara-caranya.
6. Terapi Bermain. Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak
autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman
sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi sosial. Seorang
terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik
tertentu.
7. Terapi Perilaku. Anak autistik seringkali merasa
frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit
mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara,
cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis
perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku
negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan
lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya.
8. Terapi Perkembangan. Floortime, Son-rise dan RDI
(Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan.
Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya,
kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan
Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti
ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.
9. Terapi Visual. Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat
(visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk
mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, PECS ( Picture
Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk
mengembangkan ketrampilan komunikasi.
10. Terapi Biomedik. Terapi biomedik dikembangkan oleh
kelompok dokter yang tergabung dalam DAN (Defeat Autism Now). Banyak dari para
perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan
menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan
metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu
anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan
rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi
bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan
terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri
(biomedis).
Diet Bagi Penderita Autisme
Seseorang yang menderita autis memiliki fungsi organ yang tidak seperti
orang normal pada umumnya sehingga dalam hal memilih makanan untuk penderita
autis, tidak boleh sembarangan. Studi yang diterbitkan oleh Autism Speaks
menunjukkan bahwa jalur biokimia penderita autism tidak berfungsi optimal. Jadi
ada diet khusus yang harus dijalani.
Mengapa diperlukan diet? Kebanyakan anak dengan autime mengalami
gangguan pada system pencernaan mereka. Di antaranya gangguan
hiperpermeabilitas usus (leaky gut syndrome), malabsorbsi, anterocolitis
(peradangan usus), gangguan detoksifikasi dan beberapa gangguan lainnya. Semua
jenis bnormalitas pada usus tersebut mengganggu kinerja alat pencernaan. Jika
kinerjanya terngganggu maka bisa terjadi berbagai defisiensi nutrisi. Sehingga
dibutuhkan Enzyme tambahan yang direkomendasikan adalah Dynamic Trio
Enzymemineral dan Clover Honey untuk pencernaanya.
Hal itu ditambah lagi dengan kecenderungan pola makan anak dengan autism
yang sangat sulit menerima dan mencerna makanan. Mereka mempunyai alat
pengecapan yang sangat peka dan kebanyakan hanya menyukai satu jenis makanan
tertentu saja, tidak mau mencicipi makanan yang lainnya. Kebanyak dari mereka
tak suka sayur dan tak suka buah. Peneliti dan terapis autisme saat ini banyak
menganjurkan suplemen kesehatan yang mempunyai kandungan nutrisi lengkap dan
juga mengandung nutrisi esensial buat perkebangan otak serta syaraf. Mengapa
sebaiknya suplemen kesehatan? Karena bagi anak autis, suplemen kesehatan lebih
mudah dicerna dan mengandung mikronutrisi yang lengkap.
Salah satu di antara zat gizi penting bagi perkembangan otak dalam
terapi bagi anak penderita autis adalah kolin. Dalam tubuh, kolin penting
sebagai komposisi utama membrane sel normal serta menjaga keutuhan membrane sel
dalam proses-proses biologi, seperti rangsangan informasi, komunikasi intrasel,
dan bioenergi. Selain itu, Kolin juga dapat membantu fungsi normal otak melalui
pembentukan neurotransmitter asetilkolin, yaitu senyawa pembentuk kolin yang
sangat berperan pada fungsi otak. Asetilkolin banyak terdapat pada royal jelly.
Makanan Tepat dan Bagus untuk Anak Autis sebaiknya tidak mengandung bahan
gluten atau tepung dari gandum, contohnya sereal dan juga kasein atau protein
yang berasal dari susu, dengan contoh sperti susu sapi, susu skim, susu
kambing, susu bubuk, mentega, yoghurt, keju, dan olahan susu lainnya.
Makanan yang mengandung ragi akan menyebabkan pertumbuhan bakteri berbahaya
dalam usus yang berlebih, dan harus dihindari jika tidak bisa benar-benar
dihilangkan. Makanan ini adalah yang mengandung tinggi gula (termasuk gula
alami dalam buah-buahan), roti, plum, anggur, cuka, daging dan keju.
Karbohidrat olahan, kentang, dan biji-bijian yang bebas gluten juga diketahui
merupakan makanan ragi. Ada timpang tindih antara autis dan ADHD, jadi untuk
anak autis yang menunjukkan gejala hiperaktif sangat penting meningkatkan
keseimbangan gula darah.
Makanan yang mengandung racun dan fenol alami biasanya tidak optimal, dan
dalam banyak kasus sangat penting untuk dihilangkan dari diet. Zat beracun
tersebut termasuk aditif, zat pewarna buatan, perasa makanan, pengawet, MSG,
dan pestisida. Pilihkan makanan organik sesering mungkin, terutama untuk
makanan yang umumnya mengandung zat-zat yang tidak aman. Produk hewani yang
paling tinggi gizi adalah yang dipelihara secara organik, misalnya ternak
yang makan rumput, dan bebas bahan kimia berbahaya, antibiotik, dan hormon.
Makanan-makanan tersebut bisa menyebabkan gejala perilaku, emosional dan fisik,
sehingga harus dibatasi. Makanan ini termasuk buah anggur, apel, buah berrie,
dan almond.
Berdasarkan
evaluasi Yayasan Pendidikan Lasipala Bina Wicara, Bogor, menyatakan bahwa 95%
anak penyandang autisme yang mengonsumsi HDI Honeybee Pollens dan HDI CloverHoney menunjukkan perkembangan positif berupa nafsu makan bertambah,
konsentrasi belajar meningkat, hiperaktivitas berkurang, mimisan dan ingus
berhenti, serta daya tahan tubuh meningkat.
Drh. Julina
Sari Siregar pemilik sekolah PONDOK PEDULI AUTIS di Pematang Siantar juga sudah
memberikan terapi nutrisi kepada anak-anak didiknya dan hasilnya sangat
memuaskan. Kombinasi terapi-terapi harus coba disesuaikan mana yang paling
maksimal. Tetapi akan sangat optimal jika bersamaan dengan terapi nutrisi.
Berikut adalah nutrisi yang disarankan oleh beliau:
Advertisement